TEMPO.CO - BUPATI Kutai Kartanegara Rita Widyasari hingga dua hari lalu masih sibuk melakukan lobi pada hari terakhir pendaftaran pemilihan kepala daerah. Lobi yang ia lakukan bukan untuk menjaring calon wakil dalam pemilihan bupati mendatang. Rita justru melobi para politikus lokal agar mau melawan dia.
Dalam pemilihan kepala daerah, memiliki lawan bertarung sama pentingnya dengan memiliki kawan seiring. Rita, yang diusung Partai Golkar, terancam kehilangan kemenangan yang sudah di depan mata—karena dia amat populer di daerahnya—justru karena tidak ada pasangan calon yang berani mendaftar pemilihan kepala daerah untuk melawannya.
Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang baru, jika hingga batas akhir pendaftaran, yaitu Selasa, 28 Juli 2015, hanya ada satu pasangan calon, KPU akan memperpanjang masa pendaftaran hingga 31 Juli. Bila dalam tiga hari belum juga ada pasangan calon lain, pemilihan di daerah dengan calon tunggal akan ditunda hingga 2017. Selama setahun, kursi kepala daerah akan diisi penjabat sementara yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri. Itu artinya, setidaknya selama setahun, Rita bisa kehilangan jabatannya.
Menurut Ketua DPP Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Partai Golkar Lawrence Siburian, aturan ini merugikan calon dengan elektabilitas kuat seperti Rita. Jika sampai hari terakhir tidak ada calon, kemenangan yang sudah di depan mata harus ditunda. Ia mengatakan potensi penundaan pemilihan Bupati Kutai Kartanegara sangat besar karena tidak ada yang berani melawan Rita, sang inkumben. “Bagaikan berkelahi dengan raksasa. Akhirnya yang lain berpikir, daripada buang uang, mendingan tidak usah mencalonkan diri,” kata Lawrence.
Bukan hanya di Kutai, Lawrence memprediksi penundaan juga terjadi di Surabaya. Pasangan Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana (inkumben) yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar membuat calon-calon lain urung mengajukan diri.
Berdasarkan riset yang dilakukan Charta Politika, pada sekitar 5 persen daerah yang mengikuti pemilihan kepala daerah, salah satu kandidatnya memiliki elektabilitas yang sangat tinggi, yaitu melebihi 60 persen. Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan calon dengan elektabilitas tinggi mayoritas merupakan inkumben.
Selanjutnya >> Dikhawatirkan muncul calon boneka....